Jumat, 04 Juni 2010

Pemahaman Kebutuhan Rumah (“Housing Needs”)

Pemahaman Kebutuhan Rumah (“Housing Needs”)

Saat membicarakan masalah perumahan, istilah “kebutuhan/needs” sering digunakan dengan pengertian yang berbeda-beda, kadang diartikan secara kuantitatif atau kualitatif. Secara kuantitatif, kebutuhan rumah dengan cepat sekali dihubungkan dengan jumlah dari rumah yang dibutuhkan. Secara kualitatif, kebutuhan rumah mempunyai maksud pada kebutuhan setiap individu terhadap sebuah tipe rumah. Robinson (1979) memberikan definisi secara kuantitatif yang dihubungkan dengan standar minimum dan kemampuan ekonominya,

Di Indonesia, masalah “kebutuhan rumah” juga selalu menunjukkan pada jumlah rumah yang harus dibangun. Perkiraan jumlah kebutuhan rumah dihitung berdasarkan pertumbuhan penduduk dan koefisien rumah yang mengalami kerusakan. Menganut metoda penilaian kondisi rumah dari Amerika , rumah dibagi dalam 3 kategori:

1. rumah permanen dengan standar baik

2. rumah semi-permanen dengan standar dan infrastruktur yang kurang namun bisa diperbaiki;

3. rumah yang tidak bisa diperbaiki (reyot).

Penelitian Struyk di Indonesia menyatakan, Pengertian secara kuantitiatif yang berhubungan dengan tipe bangunan juga sangat bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Kalau Glaeser (1985) melihat bahwa kebutuhan rumah akan lebih nyaman bila terbuat dari kayu dan kaca, dan menolak bahwa kebutuhan individu dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya penghuninya

Hardoy dan Satterthwaite (1986: 247) memberikan fokus bahwa kebutuhan individu dan keluarga mempunyai masing-masing kebutuhannya akan rumah. Bagi kaum muda yang belum menikah kebutuhan rumah lebih didasarkan pada kemungkinan untuk membayar sedikit dan menabung sisanya, hal ini berbeda bagi keluarga dengan beberapa anak yang sudah mempunyai penghasilan tetap. Sedangkan Hole (1967:117) menyatakan bahwa kebutuhan akan rumah lebih baik didasarkan pada latar belakang sosial penghuni daripada sekedar membangun.

Mangin (1964), Hole (1967), Turner (1972), Hardoy dan Satterthwaite (1986) adalah beberapa pakar perumahan yang memberikan makna terhadap kebutuhan rumah secara kualitatif daripada kuantitatif. Tabel di bawah menunjukkan bahwa definisi secara kuantitatif lebih sering dipakai sebagai penentu kebijaksanaan. Mereka melihat kebutuhan rumah sebagai sebuah barang yang harus diproduksi sesuai permintaan pasar sesuai dengan teori ekonomi yang konvensional.

Tabel 1. Macam Definisi “kebutuhan rumah” (housing needs)

Sumber

Definisi Housing Need

Turner, John F.C

(1972, 174)

kesalahan pemahaman konseptual perumahan sebagai kata benda dan mengidentifikasi nilai-nilai dan benda-benda bukan pemahaman perumahan sebagai tindakan dan melihat nilai dalam peran yang prosedur dan produk dalam kehidupan masyarakat

Scottish Housing Advisory Committee

(1972, 11)

Perumahan perlu memiliki banyak dimensi. Ini melibatkan pertimbangan jumlah rumah tangga dalam kaitannya dengan jumlah rumah. "
"... Kualitas dan kecukupan rumah dan lingkungan mereka, hubungan antara ukuran rumah dan rumah tangga, keseimbangan antara berbagai bentuk kepemilikan, lokasi, jenis dan biaya rumah yang ada, semua harus diperhitungkan.”

Watson, C.J, et al.,

(1974, 31)

Perumahan merupakan kebutuhan rumah tangga estimasi potensi di setiap tahun proyeksi, yang merupakan jumlah minimum tempat tinggal yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk masa depan yang diharapkan.”

Dolbeare, Cushing N (1976, 48, 50)

"Perumahan adalah perlu untuk memperkirakan produksi perumahan. Sebagai penduduk telah tumbuh, begitu juga kebutuhan perumahan. "

Tabel 1. Macam Definisi “kebutuhan rumah”(housing needs) (lanjutan)

Sumber

Definisi Housing Need

Lemer, Andrew C. (1981, 387)

"Perumahan merupakan kebutuhan jumlah unit hunian yang diperlukan untuk mengakomodasi semua rumah tangga di beberapa standar tertentu."

Prasong Eiam-anant (1982:141)

Kebutuhan perumahan berasal dari banyak faktor. Untuk menganalisis perumahan lebih terinci, orang harus memecah kebutuhan perumahan ke fisik, komponen ekonomi dan sosial. "

Nasayao, Delia P. (1983, 10)

“Perumahan merupakan kebutuhan jumlah unit hunian yang akan dibangun atau diperbaiki untuk memberikan unit terpisah rumah tangga dengan kualitas yang dapat diterima. "

Robert R Nathan Associates, Inc. (1984, 8)

“kebutuhan perumahan fisik yang diproyeksikan untuk jumlah unit hunian baru yang dibutuhkan untuk memenuhi pertumbuhan penduduk, jumlah unit upgradeable, jumlah unit substandar yang dapat diupgrade dan karenanya tidak memerlukan penggantian, dan jumlah unit hunian tambahan yang dibutuhkan untuk mengurangi kepadatan penduduk. "

Joan Ash

(1985, 27, 29-38)

"Perlu mengacu perumahan kuantitatif jumlah tempat tinggal yang dibutuhkan oleh rumah tangga."
"Kebutuhan perumahan kualitatif mengacu pada standar ruang, jenis rumah tangga."

Ahmad, Kausar Bashir

(1991, 157)

Perumahan kebutuhan harus dipertimbangkan sehubungan dengan kebutuhan dasar dan kebutuhan budaya

Mathur, G.C

(1993, 3)

Perlu Perumahan adalah jumlah unit yang diperkirakan dengan jumlah rumah tangga baru, penggantian dan backlog."

Laveratt & Nash (1995:39)

Konsep kebutuhan perumahan adalah diinvestasikan dengan sejumlah politik, makna emosional dan sosial. Selain itu, bukan konsep statis.

[1]

Permasalahan Akan Kebutuhan Rumah

Sudah merupakan kegiatan tipikal, di setiap negara, pemerintah selalu mempersiapkan rumah yang siap pakai untuk masyarakat yang tidak mampu membeli rumah yang disediakan oleh pasar perumahan. Sehingga dasar pertimbangan pemerintah selalu berdasarkan pada kemampuan ekonomi yaitu masyarakat berpenghasilan rendah dan kemampuan finansialnya. Walaupun sulit untuk mengatakan bahwa pembangunan perumahan tidak harus hanya didasarkan pada kemampuan ekonomi, tetapi melihat beberapa perumahan menengah ke bawah yang kosong, maka perumahan seharusnya tidak hanya berdasarkan pada tingkatan ekonomi saja tetapi juga pada karakteristik penghuninya. (Michelson dalam studinya di Amerika)

Solusi yang ideal untuk menunjang percepatan pembangunan perumahan rakyat yang berketanjutan antara lain dengan mengoptimalkan peranan dari beberapa pihak yaitu Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah (selaku regulator), Pengembang (setaku pelaksana pembangunan perumahan) dan Institusi terkait, seperti Lembaga keuangan khususnya perbankan dalam mendukung aspek pembiayaannya dan institusi lainnya sepertil PLN, PDAM, Telkom, Jamsostek, Taspen, YKPP sebagai pendukung pembangunan perumahan.

Salah satu alternatif untuk memecahkan kebutuhan hunian di perkotaan adalah dengan mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun yang untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah adalah dalam bentuk rumah susun sederhana baik dalam skim rumah susun sewa (rusunawa) maupun rumah susun milik (rusunami).

Pendanaan atau Pembiayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan perumahan berkelanjutan termasuk pengembangan rumah susun. Pembiayaan perumahan maupun rumah susun ini meliputi antara lain pembiayaan untuk pembangunannya (tanah, perizinan & perencanaan, infrastruktur, bangunan) dan penyediaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat (konsumen).

Ketersediaan fasilitas KPR sangatlah diperlukan, hal ini mengingat bahwa kemampuan ekonomi masyarakat untuk membeli/memiliki rumah termasuk rumah susun secara kontan "cash" masih rendah. KPR adalah jenis kredit yang sifatnya jangka panjang, untuk itu bank pemberi KPR harus mempunyai dana yang sifatnya jangka panjang dan Stabil. Kondisi ini merupakan permasalahan tersendiri bagi bank pemberi KPR yang secara teknis perbankan disebut maturity mismatch dan harus dicarikan solusinya, karena di pasar belum tersedia dana yang sama panjang jangka waktunya dengan jangka waktu KPR yang diberikan.

Program Pembiayaan KPR Bersubsidi

Untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan akan perumahan sederhana layak huni dan terjangkau oleh masyarakat, terutama golongan bawah, maka Pemerintah melaksanakan program bantuan perumahan dalam bentuk KPR bersubsidi yang dimulai sejak tahun 1976.

Permasalahan Pembiayaan Perumahan

Pertumbuhan KPR yang pesat di satu pihak menciptakan peluang bagi dunia perbankan untuk membiayannya. Namun di lain pihak juga dapat mengakibatkan ancaman apabila terus memperbesar komposisi kredit yang berkaitan dengan perumahan yang berjangka panjang di dalam portofolio asetnya.
Ancaman ini pada dasarnya disebabkan oleh sebagian besar komposisi portofolio sumber dana yang diperoleh industri perbankan di Indonesia untuk membiayai KPR saat ini yaitu berasal dari dana pihak ketiga yang berjangka waktu pendek dan relatif berfluktuasi tingkat bunganya.

Dengan berdirinya Lembaga Secondary Mortgage Facility (SMF) yang menyelenggarakan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal (Bank) dengan melakukan sekuritisasi (transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian Aset Keuangan dari Kreditur Asal dan penerbitan Efek Beragun Aset), diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam pembiayaan perumahan sehingga peranan bank dalam pembiayaan perumahan termasuk rumah susun dapat semakin meningkat.

Permasalahan Pembiayaan Rumah Susun Sederhana (Rusuna)

Terbatasnya lahan dan tingginya harga tanah di pusat kota sehingga pembangunan rusuna sangat sulit dilakukan di kota kota besar. Biaya pembangunan rumah susun sangat besar yaitu 3 (tiga) kali biaya pembangunan rumah biasa. Akibat tingginya harga lahan dan mahalnya biaya pembangunan rumah susun sehingga harga rumah susun menjadi sangat mahal dan makin tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah yang menjadi konsumennya /sasaran rumah susur. Konsumen lebih cenderung untuk membeli Rumah Sederhana dengan pertimbangan harga yang terjangkau dan masih mungkin untuk rumah tumbuh sekalipun jaraknya jauh dari tempat kerja mereka.

Bagi yang belum mampu untuk membeli rumah mereka cenderung untuk kost/sewa di dekat tempat kerja. Proses perijinan/IMB khusus untuk pembangunan rusur, masih melalui prosedur yang relatif sulit. Belum jelasnya ketentuan aspek perencanaan ruang yang meliputi rencana detail tata ruang kota, revaluasi batasan ketinggian bangunan, pembenahan pola dan sistem transportasi publik, perancangan dan pembangunan rusun jarak rusun dengan transportasi publik, fasilitas umum dan sosial, dan ketersediaan jaringan air minum dan BBM yang relatif murah. Belum optimalnya insentif yang memadai bagi pengembang untuk membangun rumah susun sehingga lebih memilih investasi portfolio yang memberikan nilai imbal lebih tinggi.

Peranan Bank BTN dalam Penyediaan Pembiayaan Perumahan

Sejarah perjalanan Bank BTN yang panjang berawal dari lembaga yang bernama “Postspaarbank” didirikan tahun 1897 pada masa pendudukan Belanda. Setelah melalui perjalanan yang panjang di tahun 1963 nama Bank Tabungan Negara mulai diundangkan melalui lembaran negara. Kiprah Bank BTN dalam pemberian kredit perumahan khususnya perumahah sederhana dimulai sejak 1976, sewaktu Bank BTN ditunjuk oleh Pemerintah sebagai penyalur KPR bersubsidi. Sejak tahun 1976 sampai saat ini (per 15 Juli 2007), KPR bersubsidi yang berhasil disalurkan oleh Bank BTN telah mencapai lebih dari 1,88 juta unit dengan nilai lebilh dari Rp18,53 trilyun.

Seiring dengan perkembangan jaman, sejak tahun 1990 Bank BTN juga menyalurkan Kredit perumahan perorangan dengan bunga komersial dan kredit lain yang masih terkait dengan perumahan, antara lain Kredit Griya Utama/KGU (KPR nonsubsidi), Kredit Griya Multi/KGM, dan lainnya. Dari tahun 1990 sampai saat ini tanggai 15 Juli 2007, kredit perumahan perorangan komersial yang berhasil disalurkan oleh Bank BTN telah mencapai lebih dari Rp17,44 trilyun, untuk sekitar 623 ribu debitur.

Visi Bank BTN adalah Menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. Dan sebagai komitmen untuk dapat mewujudkan visi tersebut, Bank BTN dalam menetapkan rencana pemberian kredit Tahun Anggaran 2007 (belum termasuk syariah) memberikan porsi terbesar untuk kredit perumahan dan pendukung perumahan, yakni Rp 6,92 trilyun (93.53% dari total rencana Rp7,40 trilyun).

Disamping menyediakan kredit yang sifatnya terkait secara langsung dengan industri perumahan yaitu KPR dan kredit konstruksi, Bank BTN juga menyediakan kredit yang diperuntukkan bagi industri industri yang terkait dengan industri perumahan (housing related), yaitu Kredit Pendukung Perumahan (KPP). KPP ini dapat diberikan dalam skim kredit investasi maupun modal kerja kepada pengusaha yang bergerak di bidang yang terkait dengan perumahan (misalnya: industri genteng, batu bata, batako, semen, penggalian pasir, kayu, dll), baik industrinya maupun perdagangannya.

Peranan Bank BTN dalam Penyediaan Pembiayaan Rumah Susun

Secara umum Bank BTN tetap mempunyai komitmen dan kepedulian yang tinggi untuk mensukseskan Program Pemerintah khususnya dalam bidang perumahan termasuk rumah susun, baik pembiayaan untuk pembangunan rumah susun maupun kepemilikan rumah susun, asal calon debitur (pengembang dan konsumen) memenuhi persyaratan dan ketentuan teknis perbankan.

Selama ini Bank BTN telah berperan dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Susun untuk beberapa lokasi antara lain Rusun Kebon Kacang Tanah Abang Jakarta, Rusun Kemayoran Jakarta, Rusun Klender Jakarta, Rusun Ilir Barat Palembang dan beberapa rusun lainnya di Indonesia.[2]

1 komentar: