Jumat, 04 Juni 2010

Pemahaman Kebutuhan Rumah (“Housing Needs”)

Pemahaman Kebutuhan Rumah (“Housing Needs”)

Saat membicarakan masalah perumahan, istilah “kebutuhan/needs” sering digunakan dengan pengertian yang berbeda-beda, kadang diartikan secara kuantitatif atau kualitatif. Secara kuantitatif, kebutuhan rumah dengan cepat sekali dihubungkan dengan jumlah dari rumah yang dibutuhkan. Secara kualitatif, kebutuhan rumah mempunyai maksud pada kebutuhan setiap individu terhadap sebuah tipe rumah. Robinson (1979) memberikan definisi secara kuantitatif yang dihubungkan dengan standar minimum dan kemampuan ekonominya,

Di Indonesia, masalah “kebutuhan rumah” juga selalu menunjukkan pada jumlah rumah yang harus dibangun. Perkiraan jumlah kebutuhan rumah dihitung berdasarkan pertumbuhan penduduk dan koefisien rumah yang mengalami kerusakan. Menganut metoda penilaian kondisi rumah dari Amerika , rumah dibagi dalam 3 kategori:

1. rumah permanen dengan standar baik

2. rumah semi-permanen dengan standar dan infrastruktur yang kurang namun bisa diperbaiki;

3. rumah yang tidak bisa diperbaiki (reyot).

Penelitian Struyk di Indonesia menyatakan, Pengertian secara kuantitiatif yang berhubungan dengan tipe bangunan juga sangat bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Kalau Glaeser (1985) melihat bahwa kebutuhan rumah akan lebih nyaman bila terbuat dari kayu dan kaca, dan menolak bahwa kebutuhan individu dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya penghuninya

Hardoy dan Satterthwaite (1986: 247) memberikan fokus bahwa kebutuhan individu dan keluarga mempunyai masing-masing kebutuhannya akan rumah. Bagi kaum muda yang belum menikah kebutuhan rumah lebih didasarkan pada kemungkinan untuk membayar sedikit dan menabung sisanya, hal ini berbeda bagi keluarga dengan beberapa anak yang sudah mempunyai penghasilan tetap. Sedangkan Hole (1967:117) menyatakan bahwa kebutuhan akan rumah lebih baik didasarkan pada latar belakang sosial penghuni daripada sekedar membangun.

Mangin (1964), Hole (1967), Turner (1972), Hardoy dan Satterthwaite (1986) adalah beberapa pakar perumahan yang memberikan makna terhadap kebutuhan rumah secara kualitatif daripada kuantitatif. Tabel di bawah menunjukkan bahwa definisi secara kuantitatif lebih sering dipakai sebagai penentu kebijaksanaan. Mereka melihat kebutuhan rumah sebagai sebuah barang yang harus diproduksi sesuai permintaan pasar sesuai dengan teori ekonomi yang konvensional.

Tabel 1. Macam Definisi “kebutuhan rumah” (housing needs)

Sumber

Definisi Housing Need

Turner, John F.C

(1972, 174)

kesalahan pemahaman konseptual perumahan sebagai kata benda dan mengidentifikasi nilai-nilai dan benda-benda bukan pemahaman perumahan sebagai tindakan dan melihat nilai dalam peran yang prosedur dan produk dalam kehidupan masyarakat

Scottish Housing Advisory Committee

(1972, 11)

Perumahan perlu memiliki banyak dimensi. Ini melibatkan pertimbangan jumlah rumah tangga dalam kaitannya dengan jumlah rumah. "
"... Kualitas dan kecukupan rumah dan lingkungan mereka, hubungan antara ukuran rumah dan rumah tangga, keseimbangan antara berbagai bentuk kepemilikan, lokasi, jenis dan biaya rumah yang ada, semua harus diperhitungkan.”

Watson, C.J, et al.,

(1974, 31)

Perumahan merupakan kebutuhan rumah tangga estimasi potensi di setiap tahun proyeksi, yang merupakan jumlah minimum tempat tinggal yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk masa depan yang diharapkan.”

Dolbeare, Cushing N (1976, 48, 50)

"Perumahan adalah perlu untuk memperkirakan produksi perumahan. Sebagai penduduk telah tumbuh, begitu juga kebutuhan perumahan. "

Tabel 1. Macam Definisi “kebutuhan rumah”(housing needs) (lanjutan)

Sumber

Definisi Housing Need

Lemer, Andrew C. (1981, 387)

"Perumahan merupakan kebutuhan jumlah unit hunian yang diperlukan untuk mengakomodasi semua rumah tangga di beberapa standar tertentu."

Prasong Eiam-anant (1982:141)

Kebutuhan perumahan berasal dari banyak faktor. Untuk menganalisis perumahan lebih terinci, orang harus memecah kebutuhan perumahan ke fisik, komponen ekonomi dan sosial. "

Nasayao, Delia P. (1983, 10)

“Perumahan merupakan kebutuhan jumlah unit hunian yang akan dibangun atau diperbaiki untuk memberikan unit terpisah rumah tangga dengan kualitas yang dapat diterima. "

Robert R Nathan Associates, Inc. (1984, 8)

“kebutuhan perumahan fisik yang diproyeksikan untuk jumlah unit hunian baru yang dibutuhkan untuk memenuhi pertumbuhan penduduk, jumlah unit upgradeable, jumlah unit substandar yang dapat diupgrade dan karenanya tidak memerlukan penggantian, dan jumlah unit hunian tambahan yang dibutuhkan untuk mengurangi kepadatan penduduk. "

Joan Ash

(1985, 27, 29-38)

"Perlu mengacu perumahan kuantitatif jumlah tempat tinggal yang dibutuhkan oleh rumah tangga."
"Kebutuhan perumahan kualitatif mengacu pada standar ruang, jenis rumah tangga."

Ahmad, Kausar Bashir

(1991, 157)

Perumahan kebutuhan harus dipertimbangkan sehubungan dengan kebutuhan dasar dan kebutuhan budaya

Mathur, G.C

(1993, 3)

Perlu Perumahan adalah jumlah unit yang diperkirakan dengan jumlah rumah tangga baru, penggantian dan backlog."

Laveratt & Nash (1995:39)

Konsep kebutuhan perumahan adalah diinvestasikan dengan sejumlah politik, makna emosional dan sosial. Selain itu, bukan konsep statis.

[1]

Permasalahan Akan Kebutuhan Rumah

Sudah merupakan kegiatan tipikal, di setiap negara, pemerintah selalu mempersiapkan rumah yang siap pakai untuk masyarakat yang tidak mampu membeli rumah yang disediakan oleh pasar perumahan. Sehingga dasar pertimbangan pemerintah selalu berdasarkan pada kemampuan ekonomi yaitu masyarakat berpenghasilan rendah dan kemampuan finansialnya. Walaupun sulit untuk mengatakan bahwa pembangunan perumahan tidak harus hanya didasarkan pada kemampuan ekonomi, tetapi melihat beberapa perumahan menengah ke bawah yang kosong, maka perumahan seharusnya tidak hanya berdasarkan pada tingkatan ekonomi saja tetapi juga pada karakteristik penghuninya. (Michelson dalam studinya di Amerika)

Solusi yang ideal untuk menunjang percepatan pembangunan perumahan rakyat yang berketanjutan antara lain dengan mengoptimalkan peranan dari beberapa pihak yaitu Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah (selaku regulator), Pengembang (setaku pelaksana pembangunan perumahan) dan Institusi terkait, seperti Lembaga keuangan khususnya perbankan dalam mendukung aspek pembiayaannya dan institusi lainnya sepertil PLN, PDAM, Telkom, Jamsostek, Taspen, YKPP sebagai pendukung pembangunan perumahan.

Salah satu alternatif untuk memecahkan kebutuhan hunian di perkotaan adalah dengan mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun yang untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah adalah dalam bentuk rumah susun sederhana baik dalam skim rumah susun sewa (rusunawa) maupun rumah susun milik (rusunami).

Pendanaan atau Pembiayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan perumahan berkelanjutan termasuk pengembangan rumah susun. Pembiayaan perumahan maupun rumah susun ini meliputi antara lain pembiayaan untuk pembangunannya (tanah, perizinan & perencanaan, infrastruktur, bangunan) dan penyediaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat (konsumen).

Ketersediaan fasilitas KPR sangatlah diperlukan, hal ini mengingat bahwa kemampuan ekonomi masyarakat untuk membeli/memiliki rumah termasuk rumah susun secara kontan "cash" masih rendah. KPR adalah jenis kredit yang sifatnya jangka panjang, untuk itu bank pemberi KPR harus mempunyai dana yang sifatnya jangka panjang dan Stabil. Kondisi ini merupakan permasalahan tersendiri bagi bank pemberi KPR yang secara teknis perbankan disebut maturity mismatch dan harus dicarikan solusinya, karena di pasar belum tersedia dana yang sama panjang jangka waktunya dengan jangka waktu KPR yang diberikan.

Program Pembiayaan KPR Bersubsidi

Untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan akan perumahan sederhana layak huni dan terjangkau oleh masyarakat, terutama golongan bawah, maka Pemerintah melaksanakan program bantuan perumahan dalam bentuk KPR bersubsidi yang dimulai sejak tahun 1976.

Permasalahan Pembiayaan Perumahan

Pertumbuhan KPR yang pesat di satu pihak menciptakan peluang bagi dunia perbankan untuk membiayannya. Namun di lain pihak juga dapat mengakibatkan ancaman apabila terus memperbesar komposisi kredit yang berkaitan dengan perumahan yang berjangka panjang di dalam portofolio asetnya.
Ancaman ini pada dasarnya disebabkan oleh sebagian besar komposisi portofolio sumber dana yang diperoleh industri perbankan di Indonesia untuk membiayai KPR saat ini yaitu berasal dari dana pihak ketiga yang berjangka waktu pendek dan relatif berfluktuasi tingkat bunganya.

Dengan berdirinya Lembaga Secondary Mortgage Facility (SMF) yang menyelenggarakan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal (Bank) dengan melakukan sekuritisasi (transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian Aset Keuangan dari Kreditur Asal dan penerbitan Efek Beragun Aset), diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam pembiayaan perumahan sehingga peranan bank dalam pembiayaan perumahan termasuk rumah susun dapat semakin meningkat.

Permasalahan Pembiayaan Rumah Susun Sederhana (Rusuna)

Terbatasnya lahan dan tingginya harga tanah di pusat kota sehingga pembangunan rusuna sangat sulit dilakukan di kota kota besar. Biaya pembangunan rumah susun sangat besar yaitu 3 (tiga) kali biaya pembangunan rumah biasa. Akibat tingginya harga lahan dan mahalnya biaya pembangunan rumah susun sehingga harga rumah susun menjadi sangat mahal dan makin tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah yang menjadi konsumennya /sasaran rumah susur. Konsumen lebih cenderung untuk membeli Rumah Sederhana dengan pertimbangan harga yang terjangkau dan masih mungkin untuk rumah tumbuh sekalipun jaraknya jauh dari tempat kerja mereka.

Bagi yang belum mampu untuk membeli rumah mereka cenderung untuk kost/sewa di dekat tempat kerja. Proses perijinan/IMB khusus untuk pembangunan rusur, masih melalui prosedur yang relatif sulit. Belum jelasnya ketentuan aspek perencanaan ruang yang meliputi rencana detail tata ruang kota, revaluasi batasan ketinggian bangunan, pembenahan pola dan sistem transportasi publik, perancangan dan pembangunan rusun jarak rusun dengan transportasi publik, fasilitas umum dan sosial, dan ketersediaan jaringan air minum dan BBM yang relatif murah. Belum optimalnya insentif yang memadai bagi pengembang untuk membangun rumah susun sehingga lebih memilih investasi portfolio yang memberikan nilai imbal lebih tinggi.

Peranan Bank BTN dalam Penyediaan Pembiayaan Perumahan

Sejarah perjalanan Bank BTN yang panjang berawal dari lembaga yang bernama “Postspaarbank” didirikan tahun 1897 pada masa pendudukan Belanda. Setelah melalui perjalanan yang panjang di tahun 1963 nama Bank Tabungan Negara mulai diundangkan melalui lembaran negara. Kiprah Bank BTN dalam pemberian kredit perumahan khususnya perumahah sederhana dimulai sejak 1976, sewaktu Bank BTN ditunjuk oleh Pemerintah sebagai penyalur KPR bersubsidi. Sejak tahun 1976 sampai saat ini (per 15 Juli 2007), KPR bersubsidi yang berhasil disalurkan oleh Bank BTN telah mencapai lebih dari 1,88 juta unit dengan nilai lebilh dari Rp18,53 trilyun.

Seiring dengan perkembangan jaman, sejak tahun 1990 Bank BTN juga menyalurkan Kredit perumahan perorangan dengan bunga komersial dan kredit lain yang masih terkait dengan perumahan, antara lain Kredit Griya Utama/KGU (KPR nonsubsidi), Kredit Griya Multi/KGM, dan lainnya. Dari tahun 1990 sampai saat ini tanggai 15 Juli 2007, kredit perumahan perorangan komersial yang berhasil disalurkan oleh Bank BTN telah mencapai lebih dari Rp17,44 trilyun, untuk sekitar 623 ribu debitur.

Visi Bank BTN adalah Menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. Dan sebagai komitmen untuk dapat mewujudkan visi tersebut, Bank BTN dalam menetapkan rencana pemberian kredit Tahun Anggaran 2007 (belum termasuk syariah) memberikan porsi terbesar untuk kredit perumahan dan pendukung perumahan, yakni Rp 6,92 trilyun (93.53% dari total rencana Rp7,40 trilyun).

Disamping menyediakan kredit yang sifatnya terkait secara langsung dengan industri perumahan yaitu KPR dan kredit konstruksi, Bank BTN juga menyediakan kredit yang diperuntukkan bagi industri industri yang terkait dengan industri perumahan (housing related), yaitu Kredit Pendukung Perumahan (KPP). KPP ini dapat diberikan dalam skim kredit investasi maupun modal kerja kepada pengusaha yang bergerak di bidang yang terkait dengan perumahan (misalnya: industri genteng, batu bata, batako, semen, penggalian pasir, kayu, dll), baik industrinya maupun perdagangannya.

Peranan Bank BTN dalam Penyediaan Pembiayaan Rumah Susun

Secara umum Bank BTN tetap mempunyai komitmen dan kepedulian yang tinggi untuk mensukseskan Program Pemerintah khususnya dalam bidang perumahan termasuk rumah susun, baik pembiayaan untuk pembangunan rumah susun maupun kepemilikan rumah susun, asal calon debitur (pengembang dan konsumen) memenuhi persyaratan dan ketentuan teknis perbankan.

Selama ini Bank BTN telah berperan dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Susun untuk beberapa lokasi antara lain Rusun Kebon Kacang Tanah Abang Jakarta, Rusun Kemayoran Jakarta, Rusun Klender Jakarta, Rusun Ilir Barat Palembang dan beberapa rusun lainnya di Indonesia.[2]

Definisi Perumahan Dan Rumah

Definisi Perumahan Dan Rumah

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya.
Rumah adalah tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul, dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung keluarga dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga sebagai status lambing social (Azwar, 1996; Mukono,2000)
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).

Pengertian Perumahan dan Permukiman

Berdasarkan Undang-undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, terdapat beberapa pengertian dasar, yaitu;

  • Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
  • Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
  • Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
  • Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
  • Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
  • Rumah sebagai bangunan merupakan bagian dari suatu Permukiman yang utuh, dan tidak semata-mata merupakan tempat bernaung untuk melindungi diri dari segala bahaya, gangguan, dan pengaruh fisik belaka, melainkan juga merupakan tempat tinggal, tempat beristirahat setelah menjalani perjuangan hidup sehari-hari. (C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman, 1986: 28),
  • Permukiman adalah satuan kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan, prasarana umum, dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan kehidupan.
  • Perumahan dan pemukiman merupakan kesatuan fungsional, sebab pembangunan perumahan harus berlandaskan suatu pola pemukiman yang menyeluruh, yaitu tidak hanya meliputi pembangunan fisik rumah saja, melainkan juga dilengkapi dengan prasarana lingkungan, sarana umum dan fasilitas sosial, terutama di daerah perkotaan yang mempunyai permasalahan majemuk dan multidimensional.

Menurut Suparno Sastra M. dan Endi Marlina, (Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:29) pengertian mengenai perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

Sedangkan permukiman menurut Suparno Sastra M. dan Endi Marlina, (Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:37), adalah suatu tempat bermukim manusia untuk menunjukkan suatu tujuan tertentu. Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata settlements yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. permukiman memiliki 2 arti yang berbeda yaitu:

  1. Isi. Yaitu menunjuk pada manusia sebagai penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.
  2. Wadah. Yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia.

Elemen permukiman

Permukiman terbentuk atas kesatuan antara manusia dan lingkungan sdi sekitarnya. Permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen yaitu (Suparno Sastra M. dan Endi Marlina, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:39):

  1. Alam.
  2. Manusia. Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama kehidupan, disamping makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan lainnya. sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam kehidupannya manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur, dan lain-lain), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional dan kebutuhan akan nilai-nilai moral.
  3. Masyarakat. Masyarakat merupakan kesatuan kelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang mendiami suatu wilayah permukiman adalah:
    1. Kepadatan dan komposisi penduduk
    2. Kelompok sosial
    3. Adat dan kebudayaan
    4. Pengembangan ekonomi
    5. Pendidikan
    6. Kesehatan
    7. Hukum dan administrasi
  4. Bangunan atau rumah. Bangunan atau rumah merupakan wadah bagi manusia. Pada prinsipnya bangunan yang dapat digunakan sepanjang operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi masing-masing, yaitu:
    1. Rumah pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dan lain-lain)
    2. Fasilitas rekreasi atau hiburan
    3. Pusat perbelanjaan
    4. Industri
    5. Pusat transportasi
  5. Networks. Networks merupakan sistem buatan maupun alami yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukimansatu dengan yang lainnya tidak sama. Sistem buatan yang yang keberadaannya diperlukan dalam suatu wilayah antara lain:
    1. Sistem jaringan air bersih
    2. Sistem jaringan listrik
    3. Sistem transportasi
    4. Sistem komunikasi
    5. Drainase dan air kotor
    6. Tata letak fisik

Tipe dan Jenis Rumah

Kriteria rumah berdasarkan konstruksinya dibedakan menjadi :

Tabel 1.

Kriteria Rumah Berdasar Konstruksi

Kriteria

Permanen

Semi Permanen

Non Permanen

Pondasi

Ada

Ada

Tidak

Dinding

Batu-bata/ batako

Setengah tembok & setengah kayu/ bambu

Bambu/ kayu

Atap

Genteng

Genteng

Genteng/ selain genteng

Lantai

Plester/ keramik

Plester/ keramik

Tanah

Jika dilihat berdasarkan ukuranya, standar perbandingan jumlah rumah besar, rumah sedang dan rumah kecil yaitu 1:3:6

  • Luas kapling rumah besar : 120 m² – 600 m² (tipe 70)
  • Luas kapling rumah sedang : 70 m² – 100 m² (tipe 45-54)
  • Luas kapling rumah kecil : 21 m² – 54 m² (tipe 21-36)

Untuk menentukan luas minimum rata-rata dari perpetakan tanah harus mempertimbangkan faktor-faktor kehidupan manusianya, faktor alamnya dan pengaturan bangunan setempat.

Kondisi Fisik Bangunan

Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah di Kelurahan Bandulan dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:

  1. Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya dari tembok, berlantai semen atau keramik, dan atapnya berbahan genteng.
  2. Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya setengah tembok dan setengah bambu, atapnya terbuat dari genteng maupun seng atau asbes, banyak dijumpai pada gang-gang kecil.
  3. Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu, bambu atau gedek, dan tidak berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari seng maupun asbes.

contoh rumah permanen (rumah di Jalan Gambir Kota Yogyakarta)

Status Kepemilikan Tanah

Menurut UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak atas tanah dapat dimiliki oleh orang baik individu, kelompok maupun badan hukum. Hak-hak tersebut dapat dipergunakan untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan. Adapun macam-macam hak atas tanah antara lain:

  • hak milik

Hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.

· hak guna-usaha

Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, hak ini terjadi karena ketetapan pemerintah dimana memiliki jangka waktu tertentu.

  • hak guna-bangunan

Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.

  • hak pakai

hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau menggunakan hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain.

  • hak sewa

hak sewa adalah hak untuk menggunakan atau menggunakan hasil dari tanah orang lain yang telah disewa.

Persyaratan Perumahan dan Permukiman

Suatu perumahan dan pemukiman memiliki suatu persyaratan dasar sebelum didirikan, diantaranya :

Persyaratan Dasar Perumahan

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut:
    1. Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area Bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;
    2. Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam;
    3. Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia);
    4. Kriteria keindahan/ keserasian/ keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/ setu/ sungai/ kali dan sebagainya;
    5. Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik/ pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;
    6. Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-utilitas lingkungan; dan
    7. Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/ lokal setempat.
    8. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis.

Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud.

Persyaratan Dasar Permukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab perumahan dan permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek. Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:

  1. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.
  2. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.
  3. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun.
  4. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
  5. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/ tinja yang dapat dibuat dengan sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.
  6. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.
  7. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman itu.
  8. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon

Sumber :

http://lovescokelat.wordpress.com/2009/12/24/sedikit-teori-tentang-perumahan/